Bentuk Pemerintahan Negara Mesir: Pendidikan dan Peran Pemerintahannya
Bentuk Pemerintahan Negara Mesir
Mesir memiliki sistem pemerintahan republik. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan bentuk pemerintahan republik ini? Secara umum, republik adalah bentuk pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi berada pada rakyat atau wakil-wakil yang dipilih oleh rakyat, bukan pada seorang raja atau ratu. Dalam konteks Mesir, sistem pemerintahan republik ini mengalami beberapa perubahan sepanjang sejarah negara ini.
Pada awalnya, Mesir merupakan sebuah monarki. Monarki adalah bentuk pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi berada pada seorang raja atau ratu. Namun, pada tahun 1952, revolusi Mesir terjadi dan menghasilkan perubahan sistem pemerintahan. Revolusi ini dipimpin oleh Gamal Abdel Nasser dan bersifat nasionalis, yang bertujuan untuk mengusir kekuasaan kolonial Inggris dari Mesir dan mendapatkan kemerdekaan penuh bagi negara ini.
Setelah revolusi, Mesir menjadi republik yang dipimpin oleh presiden. Pada awalnya, presiden dipilih melalui pemilihan langsung oleh rakyat. Namun, sejak tahun 2005, sistem pemilihan presiden diubah menjadi melalui pemilihan oleh Majelis Umum Rakyat (parlemen) yang terdiri dari anggota Dewan Representasi Rakyat dan Dewan Syura.
Saat ini, presiden Mesir memiliki wewenang penuh dalam kebijakan negara dan juga sebagai panglima tertinggi Angkatan Bersenjata Mesir. Presiden juga bertanggung jawab dalam membentuk kebijakan pemerintah, mengawasi penerapan hukum, dan menjalankan urusan luar negeri.
Di bawah presiden, Mesir memiliki sistem pemerintahan yang terdiri dari beberapa lembaga dan departemen. Salah satu lembaga penting adalah Majelis Umum Rakyat yang merupakan parlemen di Mesir. Majelis Umum Rakyat memiliki dua kamar, yaitu Dewan Representasi Rakyat dan Dewan Syura. Dewan Representasi Rakyat terdiri dari 598 anggota yang dipilih melalui pemilihan umum langsung setiap lima tahun sekali. Sedangkan Dewan Syura terdiri dari 270 anggota yang juga dipilih melalui pemilihan.
Selain Majelis Umum Rakyat, ada juga Kabinet yang merupakan lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab dalam menjalankan kebijakan negara. Kabinet dipimpin oleh perdana menteri yang ditunjuk oleh presiden. Perdana menteri bertanggung jawab dalam membentuk kabinet dan mengawasi jalannya pemerintahan sehari-hari.
Dalam sistem pemerintahan republik Mesir, kekuasaan terbagi antara lembaga presiden, parlemen, dan kabinet. Namun, dalam praktiknya, terdapat kritik terhadap konsentrasi kekuasaan pada presiden dan adanya pembatasan kebebasan berpendapat. Meskipun demikian, sistem pemerintahan Mesir terus mengalami perubahan dan reformasi untuk mencapai tatanan pemerintahan yang lebih demokratis.
Bentuk Pemerintahan Mesir Kuno
Pada zaman Mesir kuno, negara ini diperintah oleh seorang faraon yang dianggap sebagai dewa. Faraon adalah penguasa tertinggi di Mesir kuno dan memiliki kekuasaan absolut atas rakyatnya. Kekuasaannya tidak hanya terbatas pada politik, tetapi juga mencakup aspek agama dan spiritual. Para faraon dianggap sebagai perantara antara dewa-dewa dan manusia, dan memiliki kekuatan yang luar biasa dalam menjaga ketertiban dan keamanan negara.
Bentuk pemerintahan Mesir kuno didasarkan pada sistem monarki absolut, di mana kekuasaan tertinggi berada pada seorang pemimpin tunggal. Faraon memiliki kontrol penuh atas wilayah Mesir dan segala yang ada di dalamnya, termasuk sumber daya alam, tanah, dan rakyatnya. Selama pemerintahannya, faraon bertanggung jawab untuk membuat keputusan politik, mempertahankan keamanan, dan menjamin kesejahteraan rakyat Mesir.
Sebagai seorang dewa, faraon dianggap sebagai titisan dewa matahari Re. Dewa soleil matahari merupakan dewa utama dalam agama Mesir kuno yang dipuja oleh rakyat Mesir. Oleh karena itu, faraon memiliki kekuasaan dan wewenang yang hampir tidak terbatas dan dihormati secara luas oleh rakyatnya. Kepemimpinan faraon tidak hanya diterima secara politis, tetapi juga dianggap sebagai tugas ilahi yang harus dijalani dengan penuh hormat dan ketaatan.
Untuk memastikan keberhasilan kepemimpinannya, faraon dikelilingi oleh pejabat-pejabat tinggi yang membantu dalam menjalankan pemerintahan. Ada jabatan seperti bendahara, panglima perang, imam, dan penasihat yang berperan penting dalam menjaga kestabilan dan keberlanjutan pemerintahan. Mereka memiliki tanggung jawab khusus dan memberikan saran kepada faraon dalam pengambilan keputusan penting.
Bentuk pemerintahan Mesir kuno juga ditandai dengan adanya pembagian administratif yang terstruktur. Negara dibagi menjadi beberapa provinsi yang diperintah oleh gubernur yang ditunjuk oleh faraon. Gubernur bertanggung jawab atas menjaga ketertiban di wilayahnya, mengumpulkan pajak, dan melaksanakan kebijakan pusat. Sistem administratif yang terorganisir ini memungkinkan faraon untuk memperluas kekuasaannya ke seluruh wilayah Mesir dengan efisien.
Selain peran politik yang dominan, faraon juga memiliki peran sangat penting dalam aspek keagamaan. Mereka berperan sebagai penghubung antara dewa-dewa dan manusia, dan memiliki tanggung jawab untuk menjaga kehormatan agama Mesir kuno. Faraon memainkan peran aktif dalam melakukan upacara keagamaan, memberikan pengorbanan kepada dewa, dan mengawasi pelaksanaan praktik keagamaan di seluruh kerajaan.
Bentuk pemerintahan Mesir kuno dengan faraon sebagai penguasa memiliki dampak yang signifikan dalam sejarah negeri ini. Keberhasilan faraon dalam menjaga kedaulatan dan ketertiban negara tertua di dunia ini telah mempengaruhi perkembangan sosial, politik, dan budaya Mesir kuno. Periode pemerintahan faraon menyaksikan kemajuan besar dalam bidang arsitektur, pertanian, perdagangan, serta kemunculan sistem tulisan hieroglifik yang revolusioner.
Daftar Isi
Bentuk Pemerintahan Mesir Modern
Setelah revolusi pada tahun 1952, Mesir menjadi negara republik dengan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Setelah mengalami revolusi pada tahun 1952, Mesir mengalami perubahan besar dalam bentuk pemerintahannya. Secara resmi, Mesir menjadi negara republik dengan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Pergantian pemerintahan ini terjadi sebagai respons terhadap sentimen anti-monarki yang berkembang di kalangan masyarakat Mesir.
Presiden Mesir memiliki kekuasaan yang signifikan dalam pemerintahan, termasuk otoritas eksekutif dan legislatif. Dia bertanggung jawab untuk menjalankan pemerintahan dan mengambil keputusan penting terkait kebijakan negara. Presiden juga memiliki kekuatan untuk mengangkat dan memberhentikan menteri, serta memimpin Dewan Tinggi Angkatan Bersenjata.
Presiden dipilih melalui proses pemilihan yang berlangsung setiap enam tahun sekali. Namun, selama beberapa dekade setelah revolusi, hasil pemilihan sering kali tidak adil dan penuh dengan kontroversi. Beberapa presiden terpilih telah menjabat dalam posisi tersebut selama bertahun-tahun, meningkatkan kekhawatiran akan kurangnya keterwakilan dan partisipasi politik yang sehat di Mesir.
Di bawah pemerintahan presiden, Mesir memiliki sistem parlemen yang terdiri dari Majelis Nasional dan Dewan Syura. Majelis Nasional terdiri dari anggota yang dipilih melalui pemilihan umum, sementara Dewan Syura terdiri dari anggota yang diangkat oleh presiden. Kedua majelis ini memiliki peran penting dalam legislasi dan pemerintahan Mesir, meskipun kekuasaan pemerintah sering kali lebih dominan.
Salah satu karakteristik utama dari bentuk pemerintahan Mesir modern adalah dominasi militer dalam politik negara. Sejak revolusi 1952 yang dipimpin oleh Gamal Abdel Nasser, militer Mesir memiliki peran yang signifikan dalam pemerintahan dan bidang politik. Pemimpin militer sering kali menduduki posisi penting dalam pemerintahan dan memiliki kekuatan yang besar dalam pengambilan keputusan nasional.
Terlepas dari perubahan politik dan tatanan pemerintahan, Mesir masih menghadapi tugas besar dalam mewujudkan sistem pemerintahan yang lebih demokratis dan inklusif. Partisipasi politik masyarakat masih terbatas, terutama bagi kelompok-kelompok minoritas dan oposisi politik. Selain itu, kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia sering kali menjadi perhatian karena adanya pembatasan dan penindasan.
Dalam beberapa tahun terakhir, Mesir telah mengalami berbagai tantangan politik dan keamanan, menghadapi gerakan protes, serangan teroris, dan ketidakstabilan regional. Semua faktor ini telah mempengaruhi pemerintahan Mesir dan melibatkan perubahan kebijakan serta peran pemerintah dalam menangani isu-isu yang kompleks ini.
Secara keseluruhan, bentuk pemerintahan Mesir modern mencerminkan perjalanan panjang negara ini sejak revolusi 1952. Meskipun masih ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan dalam memastikan representasi politik yang adil, transparansi, dan kendali demokratis, harapannya adalah bahwa Mesir akan terus berkembang dengan lebih baik di bawah pemerintahan yang kuat dan inklusif.
Sistem Pemerintahan di Mesir
Saat ini, Mesir menganut sistem pemerintahan multiparti, di mana beberapa partai politik dapat berpartisipasi dalam pemilihan. Sistem pemerintahan ini memungkinkan berbagai kelompok politik untuk hadir dan memiliki suara dalam proses politik Mesir.
Mulai dari Revolusi Mesir pada tahun 2011, negara ini mengalami perubahan signifikan dalam sistem pemerintahannya. Sebelumnya, Mesir diperintah oleh Republik yang dipimpin oleh presiden. Namun, dalam sistem pemerintahan modern mereka, kekuasaan dibagi antara presiden dan parlemen.
Presiden Mesir merupakan kepala negara dan kepala pemerintahan. Dia dipilih langsung oleh rakyat Mesir melalui pemilihan umum yang diadakan setiap empat tahun sekali. Presiden memiliki kekuasaan eksekutif yang signifikan, termasuk mengangkat pejabat pemerintahan, mengatur urusan luar negeri, dan mengawasi kebijakan publik secara umum.
Parlemen Mesir terdiri dari dua majelis, Dewan Nasional dan Majelis Perwakilan Rakyat. Dewan Nasional terdiri dari 270 anggota yang ditunjuk oleh presiden, sedangkan Majelis Perwakilan Rakyat terdiri dari 596 anggota yang dipilih melalui pemilihan umum. Kedua majelis ini memiliki peran penting dalam pembuatan undang-undang dan pengawasan pemerintah.
Sistem pemerintahan multiparti di Mesir memungkinkan berbagai partai politik untuk berpartisipasi dalam pemilihan dan memengaruhi kebijakan negara. Beberapa partai politik yang terkenal di Mesir termasuk Partai Kebebasan dan Keadilan, Partai Demokratik Nasional, dan Partai Konstitusi.
Partai Kebebasan dan Keadilan adalah partai politik Islam yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin, organisasi Islam terbesar di Mesir. Partai ini memiliki dorongan kuat untuk menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam kebijakan negara. Partai Demokratik Nasional, di sisi lain, adalah partai yang dipimpin oleh presiden Mesir saat ini, yang memiliki platform politik yang lebih moderat.
Partai Konstitusi adalah partai yang didirikan pasca-revolusi dan mengadvokasi prinsip-prinsip demokrasi sekuler. Mereka memiliki basis dukungan yang kuat di kalangan pemuda Mesir yang berminat dengan agenda politik yang lebih liberal.
Selain partai politik, Mesir juga memiliki berbagai kelompok masyarakat sipil dan kekuatan oposisi yang memainkan peran penting dalam sistem pemerintahan negara ini. Kelompok-kelompok ini terdiri dari serikat buruh, kelompok hak asasi manusia, dan kelompok masyarakat lainnya yang menekankan perlunya reformasi politik dan perlindungan hak asasi manusia.
Secara keseluruhan, sistem pemerintahan di Mesir mengalami perkembangan yang signifikan setelah Revolusi Mesir. Meskipun demikian, masih ada tantangan dan kontroversi dalam sistem pemerintahan negara ini, termasuk pembatasan kebebasan berpendapat dan pelanggaran hak asasi manusia. Mesir terus berupaya untuk mengatasi masalah ini dan memperkuat tata kelola demokratis mereka.
Dewan Legislatif di Mesir
Mesir memiliki sistem pemerintahan yang melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Syuro sebagai lembaga legislatif. Kedua dewan ini berperan penting dalam membentuk undang-undang dan mengawasi jalannya pemerintahan di Mesir.
Dewan Perwakilan Rakyat, juga dikenal sebagai majelis rendah, adalah lembaga legislatif terpenting di Mesir. Terdiri dari anggota parlemen terpilih yang mewakili berbagai partai politik. Dewan ini bertugas untuk membahas dan menyetujui peraturan-peraturan yang diajukan oleh pemerintah, serta mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan negara.
Dewan Perwakilan Rakyat memiliki 596 anggota yang dipilih dalam pemilihan umum. Proses pemilihan dilakukan setiap lima tahun sekali. Anggota parlemen ini berasal dari partai-partai politik yang memiliki perwakilan di mesin politik Mesir. Setiap anggota parlemen mewakili wilayah pemilihannya, dan mereka harus memperhatikan aspirasi dan kepentingan rakyat yang mereka wakili dalam setiap keputusan yang diambil.
Sementara itu, Dewan Syuro, atau majelis tinggi, terdiri dari anggota yang diangkat oleh Presiden Mesir. Anggota dewan ini dipilih dengan pertimbangan dari berbagai latar belakang dan pengalaman mereka di bidang politik, sosial, dan agama. Dewan Syuro memainkan peran yang penting dalam meninjau kebijakan-kebijakan pemerintah dan memastikan kesesuaian mereka dengan nilai-nilai Islam.
Anggota Dewan Syuro mengambil keputusan berdasarkan pemahaman mereka terhadap ajaran Islam, serta kebijakan yang diusulkan oleh Presiden. Masa jabatan anggota Dewan Syuro berlangsung selama enam tahun, dengan pembahasan dan peninjauan kebijakan yang dilaksanakan secara berkala. Meskipun mereka tidak memiliki kewenangan legislatif yang sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Syuro tetap memiliki peranan penting dalam proses pembentukan undang-undang di Mesir.
Sebagai lembaga legislatif, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Syuro memiliki mandat yang kuat dalam mengawasi pemerintahan Mesir. Mereka harus bekerja untuk kepentingan rakyat dan memastikan bahwa kebijakan yang dibuat sesuai dengan tuntutan dan aspirasi masyarakat.
Kedua dewan ini juga bertanggung jawab atas mengatur dan memastikan berjalannya mekanisme demokrasi di Mesir. Dengan adanya parlemen yang berfungsi baik, diharapkan masyarakat Mesir dapat merasakan manfaat dari perwakilan politik yang mereka pilih, serta memiliki saluran untuk menyuarakan kepentingan dan aspirasi mereka kepada pemerintah.
Kekuasaan Eksekutif di Mesir
Kekuasaan eksekutif di Mesir berada pada presiden, yang dipilih melalui pemilihan umum. Sejak tahun 2014, presiden Mesir saat ini adalah Abdul Fattah al-Sisi. Sebagai kepala negara dan pemerintahan, presiden memiliki wewenang dalam mengambil keputusan politik penting dan menjalankan berbagai kebijakan negara.
Presiden Mesir memiliki peran yang sangat kuat dalam sistem pemerintahan negara. Ia adalah panglima tertinggi angkatan bersenjata, memiliki otoritas dalam penunjukan pejabat tinggi, mengawasi organisasi pemerintah, dan menentukan kebijakan luar negeri Mesir.
Presiden Mesir memiliki masa jabatan selama empat tahun dan dapat memegang jabatan tersebut hanya untuk dua periode. Presiden dipilih melalui pemilihan umum yang diadakan setiap empat tahun sekali. Namun, walaupun pemilihan presiden di Mesir dilakukan secara demokratis, dalam praktiknya terdapat kritik terhadap adanya pembatasan kebebasan politik dan kebebasan berekspresi selama pemilihan.
Presiden Mesir juga memiliki wewenang untuk mengeluarkan keputusan darurat jika dianggap perlu untuk kepentingan negara. Keputusan darurat ini dapat memberikan presiden hak-hak yang luas, termasuk penangkapan dan penahanan terhadap individu atau kelompok yang dianggap mengancam kestabilan negara. Keputusan darurat sering kali dikritik oleh kelompok hak asasi manusia sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang berpotensi melanggar hak-hak individu.
Untuk menjalankan tugas-tugasnya, presiden Mesir dibantu oleh kabinet atau dewan menteri yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah. Kabinet dipilih oleh presiden dan terdiri dari berbagai menteri yang mengawasi sektor-sektor tertentu, seperti kesehatan, pendidikan, pertahanan, dan ekonomi. Kabinet bertanggung jawab dalam menyusun kebijakan pemerintah dan melaksanakan tugas-tugas administratif.
Selain itu, presiden Mesir juga memiliki kekuasaan untuk mengeluarkan peraturan presiden atau dekret presiden yang memiliki kekuatan hukum. Peraturan presiden ini dapat mengatur tentang berbagai hal, termasuk perubahan kebijakan, pembentukan lembaga baru, atau penggunaan dana negara. Namun, peraturan presiden ini juga sering kali dikritik karena memberikan wewenang yang sangat besar kepada presiden dan dapat dianggap sebagai bentuk konsentrasi kekuasaan yang berlebihan.
Dalam beberapa tahun terakhir, ada perdebatan mengenai perluasan kekuasaan presiden Mesir. Beberapa pihak menyatakan bahwa adanya kekuasaan eksekutif yang terlalu besar dapat menghambat perkembangan demokrasi dan mengurangi ruang gerak oposisi politik. Namun, pendukung kekuasaan presiden yang kuat berpendapat bahwa hal ini diperlukan untuk menjaga stabilitas dan keamanan negara.
Secara keseluruhan, kekuasaan eksekutif di Mesir berada dalam tangan presiden yang memiliki peran yang sangat kuat dalam sistem pemerintahan negara. Meski demikian, adanya pembatasan kebebasan politik dan adanya kritik terhadap keputusan darurat dan peraturan presiden tetap menjadi tantangan dalam upaya memperkuat sistem demokrasi di Mesir.
Kekuasaan Yudikatif di Mesir
Kekuasaan yudikatif di Mesir merupakan salah satu komponen yang penting dalam sistem pemerintahan negara ini. Dalam hal ini, Mesir memiliki sistem pengadilan yang independen yang bertugas untuk menjalankan keadilan di negara tersebut.
Sistem pengadilan yang independen ini berfungsi sebagai lembaga yang memproses kasus-kasus hukum yang terjadi di Mesir. Lembaga ini bertugas untuk menafsirkan dan menerapkan hukum serta melakukan putusan yang adil dan objektif berdasarkan fakta dan bukti yang ada.
Adanya sistem pengadilan yang independen ini sangat penting untuk menjaga kemerdekaan dan keadilan di Mesir. Dalam hal ini, pengadilan harus bebas dari campur tangan politik dan memiliki otoritas yang memadai dalam menjalankan keputusan hukum. Hal ini diperlukan agar sistem hukum dapat berjalan dengan baik dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan pihak-pihak tertentu.
Di Mesir, sistem pengadilan terdiri dari beberapa tingkatan, mulai dari pengadilan tinggi hingga pengadilan kasasi. Pengadilan tinggi merupakan lembaga yang berada di tingkat tertinggi dalam struktur pengadilan di Mesir. Mereka berwenang untuk memeriksa dan memutus kasus-kasus yang diajukan kepadanya.
Pada tingkat yang lebih rendah, terdapat pengadilan banding yang bertugas melakukan peninjauan kembali terhadap putusan-putusan pengadilan tinggi. Mereka memastikan bahwa putusan yang dijatuhkan adalah sejalan dengan hukum yang berlaku dan adil bagi semua pihak yang terlibat.
Salah satu ciri khas dari sistem pengadilan di Mesir adalah adanya pengadilan militer. Pengadilan militer ini memiliki yurisdiksi khusus dalam memproses kasus-kasus yang berkaitan dengan keamanan nasional dan tindakan kriminal oleh anggota militer. Mereka memiliki wewenang untuk memutus perkara dan menjatuhkan hukuman kepada pihak yang terbukti bersalah.
Seiring dengan perkembangan zaman, Mesir juga telah melihat beberapa reformasi dalam sistem pengadilan mereka. Reformasi ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan independensi dari lembaga pengadilan. Pemerintah Mesir telah berupaya untuk meningkatkan kualitas pengadilan, menjaga standar keadilan yang tinggi, dan memberikan perlindungan kepada warga Mesir yang berhadapan dengan hukum.
Dalam menghadapi tugasnya, pengadilan di Mesir juga dihadapkan pada beberapa tantangan, seperti beban kerja yang tinggi dan kurangnya sumber daya yang memadai. Namun, Mesir terus berusaha untuk mengatasi tantangan ini dan memastikan bahwa sistem pengadilan dapat berjalan dengan efektif dan efisien dalam memberikan keadilan kepada semua pihak yang berkepentingan.
Secara keseluruhan, kekuasaan yudikatif di Mesir merupakan salah satu komponen penting dalam sistem pemerintahan negara ini. Dengan adanya sistem pengadilan yang independen, Mesir berupaya untuk menjaga keadilan dan kemerdekaan hukum dalam mewujudkan negara yang adil dan demokratis.
Arah Politik Mesir
Mesir memiliki kecenderungan politik yang bervariasi, dengan adanya partai-partai politik yang mewakili berbagai spektrum ideologi. Negara ini telah mengalami perubahan politik yang signifikan sejak Revolusi Mesir tahun 1952 yang menumbangkan monarki dan mendirikan Republik Mesir yang baru. Sejak saat itu, Mesir telah menjadi republik dengan sejumlah perubahan politik dan bentuk pemerintahan yang berbeda-beda.
Partai-partai politik di Mesir mewakili berbagai spektrum ideologi dan pandangan politik. Beberapa partai politik besar di negara ini mencakup Partai Nasional Demokratik, Partai Kebebasan dan Keadilan, serta Partai Tahrir. Meskipun ada partai-partai politik yang bervariasi, namun terdapat batasan dalam peran dan pengaruh partai politik di Mesir, terutama setelah pemerintahan Presiden Abdel Fattah el-Sisi yang berkuasa sejak tahun 2014.
Selama rezim Presiden Hosni Mubarak yang berkuasa dari tahun 1981 hingga 2011, terdapat dominasi partai nasionalis, Partai Nasional Demokratik. Namun, partai oposisi juga ada, seperti Partai Deputi dan Partai Konservatif. Di bawah rezim Mubarak, partai-partai politik yang ada terbatas dalam peran mereka dan dikendalikan oleh negara.
Revolusi Mesir tahun 2011 mengubah panorama politik negara tersebut. Demonstrasi massal yang meminta pengunduran diri Presiden Mubarak berhasil menggulingkannya dan menciptakan kekosongan kekuasaan yang kemudian diisi oleh Dewan Militer Tinggi. Setelah itu, partai-partai politik mulai berkembang dan demokrasi semakin dianut.
Pemilu Mesir tahun 2012 menjadi momen penting dalam perubahan arah politik negara ini. Partai Kebebasan dan Keadilan, yang berafiliasi dengan Gerakan Islam Ikhwanul Muslimin, berhasil memenangkan mayoritas kursi di Parlemen Mesir. Namun, rezim baru yang dipimpin oleh Presiden Mohammed Morsi juga menghadapi oposisi yang kuat dan pada akhirnya digulingkan dalam kudeta militer pada tahun 2013.
Pemimpin saat ini, Presiden Abdel Fattah el-Sisi, berkuasa sejak tahun 2014 setelah kudeta dan penggulingan Presiden Morsi. Pemerintahannya ditandai dengan pengekangan terhadap kebebasan berpendapat dan oposisi politik. Banyak partai politik oposisi yang dibredel dan anggota oposisi yang dipenjara. Namun, pemerintahan el-Sisi juga menerima dukungan luas dalam menghadapi ancaman terorisme dan berupaya membangun kembali stabilitas ekonomi negara.
Organisasi Ikhwanul Muslimin, yang merupakan kelompok Islamis terbesar di Mesir dan basis dari Partai Kebebasan dan Keadilan, menghadapi larangan dan penindasan yang membatasi peran politik mereka. Setelah Morsi digulingkan, banyak anggota dan pemimpin Ikhwanul Muslimin ditangkap dan partai tersebut dinyatakan sebagai organisasi teroris oleh pemerintah el-Sisi.
Pada tahun-tahun terakhir, Mesir telah menghadapi tantangan besar, termasuk ancaman terorisme, ketegangan politik, dan ketidakstabilan regional. Pemerintah terus melanjutkan kebijakan yang menekan oposisi politik dan melarang pertumbuhan dan partisipasi partai politik yang berorientasi Islam. Meski demikian, pemerintahan el-Sisi tetap bertujuan untuk membangun stabilitas politik dan ekonomi, serta mendukung upaya perang melawan terorisme di kawasan Timur Tengah.